Selasa, 16 Oktober 2012

Bahagia

malam sudah lewat. dan aku bangun terlalu pagi untuk bercerita kepadamu.
hujan turun begitu sempurna malam ini. hampirtanpa cacat. hari ini aku menjadi ringan. bahagia. 

aku melihat beberapa orang tersenyum dan tertawa setelah melihat bu sumirah. yng tetap bernyanya-meski bapak dan ibunya sudah mati,meski ia belum makan sejak pagi,meski a datang dari gunung kidul yang jauh tanpa alas kaki-busumirah tak memberikan ruang untuk mengeluh didepan banyak orang. ia bernynyi dengan semangat.tanpa harus hafal kunci untuk bermain ukulele ia gerakan ujung kakinya mengikuti iramanya sendiri. ia larut dalam seuasana kekeluargaan. entah dimana yang salah disini. kami ikut tertawa. ikut bahagia. mendengar bu sumirah diatas panggung. tanpa kesedihan ia bernynyi dan memetik ukulele sesuka hati. aku yakin bu sumirah juga bahagia. terlebih kami, kami terlampau larut melihat ia mau bergabung kepada kami.

lantas kebahagian dengan mudah datang malam itu. tanpa menunggu dipanggil dan dicari. apakah semudah itu kita mendapatkan rasa bahagia?datang seperti angin. begituringan seperti debu.
kebahagiaan tak selamanya melupakan rasa haru. kadang ia adalah manifestasi dari kesedihan itu sendiri.

 
aku bertemu bnyak hal hari itu. seorang kawan dari kota yang sama. kami tak saling kenal. tapi kami mencoba saling mengenal waktu itu. ia bercerita tentang desa dan mindset orang-orang dikampungnya. ia bercerita banya hal. dan aku duduk mendengarkannya. mungkin beginilah ceritanya:

ia seorang barista. dengan tattoo di lengan kiri, pierching dan rambut gondrong yang diikat. bicaranya ramah,meredamkan bentuknnya yang dianggap mengganggu kenyaman sekitar desa. ia bercerita tentang konflik yang nyata. yang masih dengan sangat bodoh dipelihara. tentang kepemimpinan.

didesanya,mayoritasadalah muslim. dan beberapa orang disana memeluk nasrani. saat itu ia menceritakan pemilihan kepala desa. sebuah partai demokrasi untuk orang-orang yang tak mampu heboh ditelevisi. dan ia bersikeras memilih seorang nasrani, yang baik dan bijak katanya. dan seluruh kampung geger. semua menghampiri rumahnya berteriak dan mengepalkan tangan. temanku keluar. orang semakin ribut. ia bilang ada apa ini. orang-orang menjawab dengan tak karuan. salah satu dari gerombolan itu berkata bahwa iakafir,tak mendukung pemimpn yang seiman. temanku yang baru aku kenal beberapa menit itu masuk kembali kedalam rumah. ambil baju. lalu keluar. 

kau pasti akan menganggap ia akan menyelesaikan masalah. berdiskusi dengan banyak orang itu. tapi,bukan itu yang ia lakukan. ia keluar beserta tas punggung yang tampak apdat. ia merantau. dikota besar. pergi meninggalkan orang-orang desa dan mindsetnya yang tak sejalan.

di perjalanan ia menangisi kampungnya. tempat ia mulai petama menginjak tanah dan tempat ia bercita-cita untuk mati. ia berkata bahwa berulang kali ia disepelkan. dicap sebagai preman karna sebuah tattoo yang masih tetap tampak meski kaos sudah dibuat besar. dan ia tak mampu menahannya lagi saat ia dicap kafir gara-gara ia memilih tuan dari ujung gang. yang setiap minggu kegereja. yang setiap imlek mebagikan kua ranjang dan amplop merah. yang lebih ramah dari siapapun disana. termasuk orangtuanya yang mulai dingin sejak ia hidup dengan prinsipnya.

ia menangisi orang-orang kamoung yang semasa kecil menjadi teman-temannya. ia heran mengapa mereka harus begitu mengkotak-kotakan keadaan. ia tahu benar bahwa sebagian calon kepala desa waktu itu memang banyak yang muslim, tapi ia tau bahwa kinerja mereka tak kompeten. salah satu diantara mereka malah p[ernah tertangkap sebuah sekandal. kini orang itu malah menampakan fotonya dengan peci dan senyum hasil rekayasa penata model fotografer. ia bilang,bukan agamanya yang jelak. ia tak mengaitkan agama sama sekali disitu. ia dengan semangat dan menggebrakan meja didepanku berkata bahwa kita seharusnya tak terkotak-kotakan oleh banyak hal. agama memili tempat sendiri saat kita berbicara tentang demokrasi,ia bilang seperti itu. dan orang-orang kampung ini begitu sadisnya menolak pengabdian seorang nasrani yang mencoba menjadi indonesia. ia berkata ini bukan masalah siapa muslim dan siapa nasrani. ini bukan masalah siapa yang melarangku tatto atau masabodoh dengan tattoo ku. bukan,bukan itu. air mukanya berubah saat itu. ia mengharapkan indonesia yang lebih humanis dan plural. yang mau bersama-sama duduk sejajar memikirkan banyak masalah yang sama,tanpa membawa privasi-privasi individu. tanpa membawa ruang agama dan ruang ketuhanan. kemudian ia membuang muka. menyalakan rokok dan memulai basa-basi yang lain.


aku mengambil nafas dalam. berharap ia mau pulang dan bertemu orang-orang kampunnya. berharap ia mau memahami mereka lebih-lebih. tapi aku bukan dia,bukan juga orang-orang kampung itu. ia bilang aku sepertinya berada disebuah kasta yang berbeda dengannya.

aku tersenyum dan mengelus dada.

bisakah manusia bersama-sama menghimpun sebuah rasa kebahgiaan?bisakah mereka melupakan kota-kotak yang ia bawa?melupakan jejak-jejak yang dibawa sejak lahir?melupakan kasta-kasta?untuk menjadi bahagia?untuk setidaknyaseperti bu sumirah yang masabodoh dengan orang-orang didepannya, asal ia bisa bernyanyi dan orang itu tertawa melihat tingkahnya?mungkin disini kita harus belajar kepada bu sumirah. yang benar-benar masabodoh dengan banyak hal. asal kamu terhibur,ia pasti tertawa. dan sat kau tertawa kau akan memberikan keping-keping rupiahmu. dan ia tambah bahagia. lalu meneruskan menyanyi dan mungkin kamu akan melihanya sedikit menari. bisakah bahagia selalu muncul sesedaerhana itu?karna temanku mencari kebahagiaan itu dikota orang. karna temanku sedih orang-orang kampungnya tampak rasial dengan hal agama. karna temanku menganggap aku dari kasta yang berbeda. karna temanku...mungkin belum melihat bu sumirah bernyanyi,yang tanpa harus bisa memainkan ukulele,ia memetik benda kecil itu,menganggukan kepala,menyanyi dan menghentakan kaki. bu sumirah yang sejak pagi belum makan itu tampk selalu bahagia, dan kita harus banyak belajar dari dia...mungkin.

-IA-

Senin, 15 Oktober 2012

setelah malam itu

kadang sesuatu hadir secara irasional. dan mengendap-endap. tenang seperti kematian. sesuatu itu, yang irasional, hinggap seperti debu. bekas kulit mati yang mengering dan berterbangan. kadang yang datang dengan cara tak masuk akal akan pergi pula dengan alasan-alasan yang tak mampu dijelaskan. seperti mabuk yang hilang saat pagi, yang pergi tetap meninggalkan jejak. meskipun berupa perasaan ham
pir muntah. lalu setelah sadar,kadang kita mengumpati arak murah yang kita beli semalam. kenapa begini-kenapa begitu. tapi mungkin,di malam yang lain,kita akan membeli lagi. mabuk lagi. muntah kemudian mengumpat. dan begitulah hal-hal yang irasional bertahan. datang dan pergi. berterbangan. melekat. dan terlalu melankolis untuk diacuhkan.

-IA-

Rabu, 10 Oktober 2012

Basa-Basi

semua tampak penuh dengan basa-basi. seperti biasa pagi tidak dapat merangsang katukku sama sekali, meski suasana begitu sexy. hmm, jika tidur dan terlelap adalah sebuah tujuan, maka rasa kantuk adalah sebuah basa-basi paling menjengkelkan.karna ia bertahan dan bergelayutan di pelupuk mata, sangat dekat, namun tak terlihat..aku tak tahu mengapa tulisan ini akan diawali dengan sbeuah paragraf yang tak menarik. bahkan kamu lebih baik baca tulisan jorok murahan dengan judul: istri tetanggaku. hah! lalu setelah itu pergilah ke kamar mandi. onani! kadang aku merasa kasihan kepada mereka yang memperlukan bacaan, tulisan, refrensi untuk sekedar mebangkitkan fantasi. otak mereka sepertinya terlampau suram untuk menciptakan keindahan.

oke..
kita mulai

orang-orang disekitraku adalah masyarakat dengan dialektika monoton. setiap saat mereka selalu melakukan pembicaraan yang sama. mereka memuji apapun yang mereka lihat dengan harapan mereka akan mendapat pujian balasan.sebuah lingkaran narsisme yang terlalu ortodoks.

tapi TIDAK semua orang yang aku kenal melakukan hal itu. beberapa diantara mereka cukup sehat untuk memberi penilaian tentang apapun itu. kadang diam adalah sebuah ketidaksetujuan yang disembunyikan, itu yang diyakini beberapa temanku yg lain.

aku tak tahu kenapa mereka diam
akupuntak tahu kenapa mereka berbicara
karna apapun yang dilakukan manusia "kadang" memiliki tujuan yang disembunyikan

apapun

bahkan doa-doa kadanng menjadi konspirasi. betapa lucunya kita. kadang kita mencoba menipu "orang-orang langit", mereka yang bertugas merangkum alam semesta.
lalu mengapa kita selalu menyembunyikan banyak hal?

orang bilang, bahwa terkadang kejujuran menjadi sbeuah racun yang menyeramkan. ia membunuh semua yang tak memiliki penawarnya.

kadang aku membayangkan jika benci dan sakit hati tidak diredam dengan basa-basi. tidak diredam dengan dialektika kompromn,mungkin dunia hany akan dipenuhi dengan orang-orang yang siap melemparkan batu kepada siapapun.

lihatlah! batu-batu berterbangan! kau harus menggenggam sebuah batu juga.
jaga jaga siapa tahu orang-orang disekitarmu ternyata memiliki dendam masalalu.

mungkin kita akan berpikir, bahwa sebuah basa-basi ternyata dapat menunda mati, dan hahahaha! aku yakin orang-orang langit akan tertawa jika kita meyakini hal itu. pil kematian sudah kita telan sejak lahir? kita hanya menunggu waktu yang tepat kapan pil itu akan berkontraksi. dan saatnya tiba, kau tak bisa lari. karna ia ada didalam tubuhmu.

basa-basi atau sebuah dialektika yang masuk akal, hanya akan berfungsi jika ia digunakan untuk meredam sebuah konflik yang belum mampu diterjemahkan nalar.

-I.A- oktober 2012

dua temanku

malam ini
aku mendengarkan
dua temanku
berbicara panjang lebar
tentang banyak hal

temanku yang pertama bercerita
bahwa dia mampu menyanyi
hingga langit terlelap.
ia yakin,
nyanyiaanya adalah
sebuah obat tidur
tanpa efek samping.

dan temanku yang lain bercerita
bahwa hidup adalah sekumpulan "iya" dan "tidak"
diantara keduanya terdapat kompromi
dan dia meyakini,
bahwa kebenaran
tanpa efek samping
adalah kompromi.
bukan nyanyian panjang
kepada langit yang tak pasti.

ia bilang,
karna didalam kompromi
kita menyublimkan yang paling benar
dengan yang paling salah
lalu lahirlah sebuah diskusi
disanalah kadang harmoni tercipta

aku diam
karna dua temanku
sama-sama yakin
bahwa yang mereka pikirkan sama-sama tanpa efek samping.

aku rasa
mereka tak perlu saling menyalahkan.
karna sampai kapanpun nyanyian akan mengiringi sebuah diskusi.
dan diskusi mana yang dapat bertahan lama tanpa sebuah lagu?

.I.A- 10 oktober 2012

ah sepertinya aku galau..!

temanku itu..


seorang temanku, kini mulai menulis banyak hal. ia menjelma menjadi sosok samar-samar. ia seorang pelukis yang menggambar dengan pena dan kata-kata. menerjemahkan pagi dengan puisi, dan malam dengan prosa panjang. temanku itu, menolak konsep-konsep umum. ia bukan tak peduli dengan norma dan "kebiasaan banyak orang". ia hanya tergelitik, betapa kadang, kita, manusia, terpaku hanya dalam satu pers
pektif saja. termasuk dalam menerjemahkan "cinta".kita terjebak dengan konsep kekasih dan pasangannya, suami dan istri, linga dan yoni. ia sering tertawa jika melihat seorang laki-laki mati langkah saat cintanya patah. ia bilang "betapa laki-laki itu tak tahu, bahwa cinta sebenarnya adalah alam semesta menyeluruh". agaknya kini aku tahu, temanku itu adalah seorang wanita sinting untuk ukuran orang kebanyakan,orang-orang kaku yang hanya terpaku pada satu sudut pandang.





IA /06/10/2012





---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------






menunggu mendung

pernahkah kalian rindu dgn hujan?dengan langit gelapnya dan sore yang diiringi mati lampu?duduk diatas ranjang sederhana,dgn selimut atau kain sarung yg memberikan perasaan nyaman,menghadap jendela yg tak mampu bercerita tapi kita setia mendengarkannya..menatap apapapun yg tersapu air,mencoba menerjemahkan perasaan mengharu biru..dan akhirnya terhisap dlm bau tanah yg menyenangkan

-I.A /6/10/2012/
-----------------------------------------------------------------
perjalanan

disebuah perjalanan
aku hanya berdialog dengan sepi
karna siapa lagi 
yang abadi
selain dirimu sendiri

-I.A /08/10/2012-

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Puisi 

tiga hari yang lalu, disebuah acara baca puisi pinggir kota, suasana ganji. aku dan beberapa kawanku meratapi sesuatu yang kami tak tahu. bukan, bukan tentang anak-anak pesisir yang selalu kecewa saat tau kami tak membawa cukup banyak kuas. tapi seperti merindukan sesuatu yang pernah kami himpun bersama. kami meratapi suara biola yang sendu malam itu, tapi kami tak tau, untuk apa kami meratapi sebuah lagu. dan air mata pun menolak keluar. atas nama keganjilan akupun muntah, dan selanjutnya terhanyut. apakah puisi hanya mampu mempertegas keganjilan? hingga hari ini, aku tak tau itu..

-IA- oktober

Minggu, 07 Oktober 2012

Di sebuah Jalan Pulang

sebuah cerita tak selamanya menyimpan sebuah petuah. nasihat hidup yang terselubung.

jam lima pagi, aku pulang dari kota yang pura-pura tenang, kota yang ganjil dan mengambang. tak pasti. kota salatiga.

menuju jogjakarta melewati daerah salib puith kemudian menuju kopeng yang dingin. dingin dalama arti sebenarnya. sendirian, menatap gunung yang tampak samar-samar. kabut dan gelap yang tanggung selalu mengingatkanku dengan satu hal yang kadang kita lupa, suasana pasar saat pagi. saat pedagang sayur, dan bermacam daging potong mulai menata lapak dan membersihkan dagangannya. mengipasi ikan-ikan yang terbujur kaku agar lalat tak menaruh bibit telurnya di tubuh sang ikan. karna tak ada harga untuk ikan dengan belatung yang menggeliat di mata ikan yang terlampau amis. aku tak tau akan bercerita tentang apa, karna sisa-sisa dari perjalanan tadi pagi hanyalah rasa dingin dan tulang yang terasa kaku.

saat kau melewati salib putih dini hari, kau akan mendapatkan gambaran perkampungan nasrani yang teduh. dengan hotel-hotel kecil, dan sekolah-sekolah teologi kau merasa, sedang tidak ada di indonesia. karna mata kita selalu dihadapkan dengan masjid dan plang-plang sekolah berwarna hijau atau biru. bukan, bukannya aku bosan melihat itu, aku tidak bermaksud berkata ada yang lebih baik dari masa sekarang. aku hanya merasa tak seperti biasanya, ganjil.

aku diam dan menghirup nafas dalam-dalam. menikmati matahari yang terlanjur dicuri awan mendung. awan kali ini hanya menawarkan warna kelabu. kusam dan penuh duka.

salib putih sudah dilewati, dan sebuah perkampungan yang "Seperti bukan kampung biasanya" itu menjadi kenangan. membentuk sebuah pertanyaan. apakah mayoritas selalu mendominasi? tidak hanya di indonesia. seperti halnya di amerika, saat kau akan sangat jarang menemui mushola atau sekolah dengan plang warna hijau atau biru. betapa mayoritas selalu tak mau rendah hati untuk mencoba tak mendominasi apapun di belahan dunia manapun. aku rasa, banyak hal yang tak bisa dijelaskan. termasuk adanya kemungkinan dominasi anomali.

sampailah aku pada titik dingin yang menggemaskan. di sebuah dataran tinggi bernama kopeng, dimana kau akan menemukan suasana pasar yang sedang berbenah. sayur-sayur yang diletakan dilapak-lapak sederhana. buah-buahan besar seperti semangka tak mendapat alas, tergeletak dijalan begitu saja. daging-daging digantung, dan ikan (entah bagaimana ada yang menjual ikan didaerah pegunungan. mungknkah itu ikan air tawar?dulu kakek kita yang pergi berkebun di gunung menukar kan sayur untuk mendapat ikan laut dari kakek kita yang pergi berlaut.hah, sudahlah..) ikan diletakan dalam ember putih yang berair keruh. sisa darah dan lendir-lendir kematian. di kopeng kau akan menjumpai kebun yang tak habis-habis. jalan panjang berkelok dan gerimis membuatku berhenti pada sebuah warung makan yang sepertinya baru saja buka.

seorang bapak yang sedang menanti teh hangat sama sepetiku mengambil rokoknya dan kita saling menyapa, dan basa-basipun terjadi. bapak itu berhenti saat aku menyebutkan nama kota pekalongan. ia mulai mengambil nafas panjang.

"tahukah kamu dengan sejarah haij misbach? orang kiri yang dibuang di pekalongan?"

aku belum menangkap kenapa dia  bertanya hal itu kepadaku. mungkin ia kira aku seorang aktivis atau mahasiswa yang mengebu-gebu dan gemar beorasi. kala itu aku memakai baju bergambar penulis tetralogi buru, dan di tas, pin merah bergambar seorang penyair yang hilang cukup menyita perhatian. aku sempat berpikir bahwa bapak ini salah dan terlalu cepat menilai orang. bapak terlalu sering melihat orang dari luarnya, aku hanya pengagum tokoh-tokoh itu pak. aku bukan mahasiswa yang gemar beorasi atau seseorang yang menulis artikel di koran untuk mengadukan argumen-argumen ideologisnya. aku hanya suka dengan cara mereka hidup pak, apakah aku salah?apakah aku harus mengikuti jejak langkah mereka?membuntuti dan menjadi followers yang buta?apakah bapak pikir seseorang tak boleh memiliki cara nya sendiri dalam berjalan?ah bapak terlalu cepat menyimpulkan bahwa aku tau banyak hal. tapi..aku segan dan kedinginan, aku tak memberi jawaban kepada bapak itu.

aku mencoba bersikap seperti bapak itu yang sejak awal menelanjangi pakaianku. menelanjangi barangg bawaanku. aku menatapnya dengan terperinci. dari ujung kaki tak ada yang salah, ia tak memakai boot, ia tak memakai sepatu kulit atau sepatu aneh yang biasa dipakai para intel dan polisi. disamping tempat duduknya ia hanya membawa karung yang kosong dan terlipat dan sebuah arit kotor, tampaknya seperti basah. ia tak memakai caping, ia hanya memakai kaos dengan tulis petani bersatu. aku lupa detailnya, yang pasti mungkin bapak itu mungkin mengerti tentang banyak hal, termasuk petani dan perlawanan.

"siapa haji misbach pak?"

dia diam, membuang muka seakan berkata betapa tololnya kamu, seorang mahasiswa tak mengerti siapa haji misbach. seorang islam yang komunis, aku tau itu pak. tapi aku ingin mendengar cerita bapak.

"haji misbach adalah tokoh yang gigih berjuang membela kaum tertindas. ia seorang haji yang gemar mengganyang kapitalis. jihadnya adalah melawan kapitalis. ia bergabung dengan partai komunis berlambang palu dan arit. ia tak bergabung dengan bintang dan bulan sabit. ia seorang muslim, tapi komunis juga. tapi komus sama atheis itu kan beda, iya nggak si mas?"

aku tersenyum. bapak ini pintar, mungkinkah ongkos berkebun bapak habis untuk membeli buku?

"apakah di pekalongan ada pergerakan yang memperjuangkan kaum tertindas mas?mungkin saja haji misbach membuat jaringan disana yang sampai saat ini masih bergerilya dari generasi ke generasi berikutnya. adakah anak-anak muda disana yang gencar melawan kapitalis mas?"

kalo yang bapak maksud adalah sekumpulan pemuda yang ortodok, yang tanpa ampun mengganyang hal-hal yang "Tampak" erotis. ada pak, tidak banyak. mereka suka berteriak dan memakai seragam yang sama. mengidolakan gaya hidup negeri yang nun jauh disana. namun aku tak berkata apa-apa kepada bapak itu, aku diam. diselimuti dingin yang tak kunjung lari.

"haji misbach itu mas, muslim (aku tau itu pak, karna siapa lagi yang menyandang gelar haji selain umat muslim), agamanya kuat saya rasa ia pasti membuat jaringan di pekalongan juga mas. dua tiga tahun bukan waktu yang sulit untuk membuat jaringan, meskipun didalam tahanan. pasti ada orang yang simpati dan mengikuti jejaknya, tapi kenapa mas tidak tau?"

saya meremas erat gelas teh yang hangat, berharap dingin lari dan tak kembali. saya pun tersnyum kepada bapak itu. bingung

"saya ini ndak tau apa-apa pak. mungkin ada pak, tapi memang belum banyak yang keluar untuk menunjukan eksistensinya. karna pastilah ada orang yang bersimpati kepada siapapun yang memperjuangkan rakyat kecil, meskipun cuma sekedar janji" aku tersenyum karna hanya ngomong nglantur.

bapak ini diam. menatapku
"ya banyak orang yang simpati dengan orang yang sepertinya (ia menekankan intonasinya pada kata ini) memperjuangkan rakyat lemah. banyak yang pura-pura membela petani untuk mendapat simpati, mendapat suara untuk kontes jabatan. rakyat sering terperdaya"

aku hanya menganggukan kepala. agar bapak itu tak menganggapku menyepelekannya.

"akeh wong kang ketipu, kabeh iku mergone tipi mas. beritane yo ngapusi. filme yo mung gawe wedi. nggawe wateke rakyat tumpul. bujel lan ora wani golek bener kang sejati. koyo wingi pas telongpuluh sepetember. 30 september kemarin semua mengibarkan bendera setengah tiang. agar semua tetap terperdaya dan tertipu. akeh konco-konco sing mbiyen keluargane pki dadi ra iso kerjo. padahal agamane wes islam, sholate yo wes jamaah, tapi bapake mbiyen ik mantan pki, eh ra iso kerjo. jare pki iku koyo setan, seneng mangan daging manungso, padahal setan iku yo ora ketok. setan itu nggak kelihatan, menghisap darah rakyat namun kita tak tau siapa pelakunya. setan sekarang iku nyamare dadi pejabat, nganggo dasi, nganggo peci. pokoke akeh informasi sing asline mleset mas. becik ketitik olo ketoro, ngko bakal ono jamane kawulo ngerti sopo-sopo sing setan lan sopo-sopo sing konco"

bapak ini terlalu banyak bicara. ia berbicara banyak hal di sebuah warung umum, ia seperti tak mau tau jika tiba-tiba ada intel yang datang menyamar untuk mengorek informasi dari agenda forum petani. ah, tapi agaknya bapak ini tau bahwa intel indonesia terlalu pekok-pekok dan paling tak bisa menyamar. rambut gondrong, sepatu kulit jaket kulit dan jelana jeans. memakai kacamata hitam norak. mereka sebut itu pakaian preman. hahaha preman jaman sekarang saja tak suka jika gayanya disamakan intel yang gayanya payah.

pak sudah jangan banyak bicara. bapak harus bekerja. saya tak tau apa-apa pak. namun sekali lagi aku bungkam, karna aku memang benar-benar tak mengerti mengapa bapak ini bercerita tentang banyak hal.

"bukannya bapak berkata pki benar dan harus dibangkitkan lagi. bapak hanya kasihan melihat orang-orang yang sampai mengasingkan diri karna urip ning kota iku sulit sekali kalo kita eks-pki. padahal lebih banyak eks-koruptor yang lebih nggilani. pemerintah iku koyone wedinan. wedi banget yen ngadepi wong-wong kang njaluk keadilan. wedi marang liyan." bapak itu menambahkan dengan asap rokok yang tak berhenti keluar.

aku tersenyum. bapak ini pintar dan mengerti banyak hal..

"nggih pun mas kalo mas nggak mengerti. tapi saya tau mas ini mengerti, walalupun mungkin cuma sedikit. dari tadi mas senyam-senyum tok saya bingung mau ngomongapa. mas nggak kenal haji misbach ndak apa-apa, tapi kalo mas kenal "pki yang jahat" saya minta mas coba kaji ulang, apa benar pki dan gerwani gemar mengiris kontol para jendral. ada banyak hal yang disembunyikan mas dan jangan mudah percaya, termasuk karo aku iki mas, ojo percoyo wae, cobo goleki dewe, soale kabeh iku mung perang kekuasaan mas. mbiyen taun enem-limo enem-enem ribuan pki dibantai, sekarang semua heboh dan lupa, semua terfokus kepada aksi penculikan jendral oleh pki. dewe iki butuh keadilan informasi. pki salah, negoro juga salah. kabeh podo rebut kuwasa. hanacaraka datasawala padhajayanya magabathanga"

aku tersenyum. menunjukan bahwa aku simpati terhadap arguman bapak ini. bapak yang didepanku. yang sedang aku kira-kira bahwa dia adalah aktivis kaum tani.

dia mengambil uang dari kantongnya dan ia taruh di meja. uang yang tak lagi bagus. banyak noda tanah. banyak bekas yang dihasilkan dari ratusan tangan. uang itu mungkin sudah berpindah-pindah. seperti halnya kaki bapak itu. mungkin ia sudah berjalan di ladang yang basah dan rumput yang berembun. ia pun langsung meminum teh hangatnya. sembari menelan air yang berjalan pelan, ia matikan rokoknya.

"yu, iki duite ning kene yo yu, turnuwun" ia berdiri dan mebawa serta air yang ia gulungkan dengan karung kosong.

ia menolehku, tersenyum
"monggo mas.."
"ohnggih..monggo pak" aku tersenyum.

seperti kecewa bahwa percakapan mengambang tak jelas kemana akhirnya. seperti sedang ingin mendengarkan sebuah cerita yang biasa diceritakan simbah dulu. simbah, dulu ia sering bercerita sambil menynyikn lagu-lagu jawa. sedang apa simbah?apakah simbah ikut mendengar percakapan bapak tadi?ah simbah terlau asik bermain bersama bidadari..

ibu itu datang, ia menatapku. matanya seperti mengajaku untuk melihat tempat yang diduduiki bapak tadi. ia memonyongkan bibirnya pada tempat itu dan mengangkat tangan kanannya. ia miringkan jari telunjuknya tepat didepn jidatnya yang puith bersih.sebuah simbol. sebuah kode.

aku menarik nafas panjang.
dan tersenyum kepada ibu itu. akupun pergi setelah membayar dan berbasa-basi untuk sekedar tanya jalan ke arah jogja. ia bilang , aku hanya harus mengikuti jalan ini dan menuju arha magelang. akupun pergi.


kini aku kembali di sebuah dingin.
menatap gunung-gunung yang diselimuti kabut teduh. di temani gerimis kecil. daun-daun dan jalanan tampak basah dan begitu ramah. aku ingat tentang merbabu dan bromo yang riang mengajaku menikmati matahari. namun matahari tak kunjung sempurna untuk berkolaborasi dengan awan pagi. ia hnya menghasilkan segurat warna oranye,sedikit kecewa aku terus berjalan pulang.pagi ini awan begitu kelabu, namun gunung-gunung tampak begitu jelas dan seperti memanggil untuk didaki. hari ini apalagi yang lebih indah selain menikmati pagi di samping gunung-gunung yang ramah?

-IA-

Sabtu, 06 Oktober 2012

KEMATIAN

pramodya mati
dan dikubur dengan mereka yang percaya

ia diiringi sebuah lagu yang mengambang
Darah Juang

dan mahasiswa larut
mengingat aksi yang mungkin sejajar dengan puisi

dan nada-nada terlupakan

nanti,
saat aku mati
biarkan sang pagi bernyanyi
biarkan..biarkan..
jangan kau usik pagi
dengan sesuatu yang aku tak mengerti
antarlah aku dengan puisi
dan benyanyilah agar kalian mengerti
bahwa kematian
melebur tanya
menjadi sebuah pesta doa-doa

ia mempertemukan
nyanyian sumbang kehidupan
dengan irama-irama keabadian
melebur dalam satu tarian panjang pada sebuah festival
bernyanyi dan menghentakan kaki
menarilah, untuk merayakan
sebuah kata yang akan berhasil aku pahami nanti: KEHIDUPAN.

-IA, jogja ketika kopi tumpah dan gelas pecah.

Kamis, 04 Oktober 2012

Burung Kecil yang tak pernah berhenti menari

di sebuah senja yang manis
gula menjadi tawar
karna langit begitu anggun
untuk dirasakan.
aku lihat sesuatu yang kecil namun bersemangat
terbang dan berputar-putar
menemani sore yang diperkosa malam
bernyanyi dan menari
seakan
senja adalah nyanyian abadi
pengiring orgasme yang tak putus-putus.

-IA, Pekalongan, september 2012

Rabu, 03 Oktober 2012

Tentang Siang

kadang aku bertanya
kepada genting-genting tua
yang kusam dan menghitam
"kenapa Tuhan menciptakan siang?
sedangkan pagi terlalu cepat untuk dikagumi?"

genting paling ujung diam
kutatap yang lain
mereka juga diam

ah, genting-genting ini
sudah mati terhisap matahari
kering
terbanting siang

aku teringat akan lukisan warna-warni
visualisasi anak SD depan rumah
ia melukiskan tentang siang
siang yang bahagia
matahari yang tersenyum
dan bunga yang menari di samping sebuah pohon
klasik, budi dan bapak budi mencangkul sawah empat petak sambil tersenyum
dan ani bermain tali bersama gadis-gadis mungil
berambut ikal
apakah siang bisa dijinakan?

realita kadang menjadi
musuh terbesar imajinasi

karna

dalam imajinasi
yan tersisa
hanya rasa bahagia
dan lupa manusia lupa
akan luka-luka yang
ia buat sendiri

dan aku tetap menunggu
genting-genting tua
agar mau bercerita
dan memutuskan prasangka
aku ingin genting-genting tua berkata
 "nak, nikmatilah siangmu..
matahari terlalu anggun untuk dicaci maki"

-IA, jogja september 2012

Selasa, 02 Oktober 2012

Serial Pagi

PAGi 1

pagi adalah\sekumpulan warna
paling puitis
dengan warna-warna klasik
sublim dalam dingin
dan nyanyian burung kecil

sesaat aku lupa
betapa siang
akan menjadi sia-sia

pagi menawarkan
sebuah orkestra surga
kecil-kecilan
namun percayalah
pagi akan menjadi
hal yang akan kau rindukan
setelah mati

-IA , 29 september 2012,kotagede-

PAGI 2

embun bukan hanya
cerita tentang air
dan harapan

embun adalah
sekawanan perenung
yang berdialog
kepada sang pagi

ia adalah saksi
ketika hitam menjelma
menjadi warna-warna piyama
buru, oranye, kuning, dan..
entahlah
hanya sang pagi yang mampu menerjemahkan
puisi abadi
tentang malam
yang bergulir habis
tentang merapi
dan puncaknya
yang kugapai-gapai
namun tak sampai

disini, diatas atap
sebuah rumah yang kusewa
aku menatap gunung merapi
yang sedang merangkum doa
berharap
agar pagi selalu hidup lagi
 dan tak lekas mati

-IA, september 2012-

PAGI 3

pagi terlalu panjang untuk diterjemahkan. kadang seperti halnya gunung, pagi tak selalu berbicara tentang dingin. ia merangkum mimpi malam agar tak terhapus rutinitas siang. pagi tak selalu bercerita tentang kopi dan burung yang bernyanyi. kadang pagi mampu berkawan dengan sisa-sisa arak dua puluh ribuan dan suara isi perut yang dipaksa keluar. lalu, apalagi selain pagi yang mampu bertoleransi?

-I.A- september

Sebuah Cerita

tiga kali aku mencoba
membuat sebuah prosa
tentang budaya
tiga kali pula, prosa tak kunjung hadir
ia tersesatdi sebuah euforia besar-besaran
"buah hasil kebebasan coca-cola dan aqua"
itu kata seorang penyair
dua hari yang lalu.

penyair itu, sembari melemparkan botol-botol plastik ke muka pemirsa
ia berteriak
"budaya! budaya! kau lari kemana?"
"indonesia! indonesia! kau sembunyi dimana?"
"aku tak mengenal engkau, wahai indonesia"
"aku tersesat disebuah pabrik besar bernama, Pt. Indonesia!"
dan tak ada jawaban setelah itu..
walaupun ia berteriak
di sudut-sudut kota
barangkali budaya telah tuli
termakan kegalauan arak-arak mahal

lalu aku menyerah
karna tiba-tiba eyang semar muncul dan berkata
"budaya terlalu luas untuk diterjemahkan!"
dan akupun gagal membuat prosa tentang budaya
akupun mencoba membuat cerita tentang indonesia

aku cari sang indonesia ke selatan
dan ternyata yang kutemukan australia
aku kebarat, ternyata hanya ada amerika
aku ke utara, ternyata cuma cina, india, dan saudi arabia
aku ke timur, dan ternyata
aku tak menemukannya juga..

oh dimana kau indonesia?
aku mencoba mampir ke sekelompok
mahasiswa yang sedang asyik berdiskusi
aku bertanya, "bagaimana cara menemukan indonesia?"
dengan semangat mahasiswa itu menjawab,
"cintailah produk-produk indonesia! pakailah produk-produk indonesia..."
tapi tiba-tiba, petruk datang, jalan sempoyongan, muncul begitu saja, mirip eyang semar, iapun ikut berkata-kata
"ngomong opo tho koe? pakailah produk-produk indonesia?! lha agama yang kamu pakai semua itu kan agama hasil impor luar negeri?! iki yen eyang sabdopalon kalihan eyang noyogenggong nganti krungu bakal ngguyu kemekelen nganti ambyar!"
dan ia pun pergi setelah itu
mahasiswa itupun pergi membubarkan diri
aku diam
menihilkan suara
karna takut digebuki dan
diteriaki kafir, atau JIL..haha
apapula itu jil, pil nil, til...ahhh

ah,mungkin indonesia
hanyalah berisi sekumpulan tukang pentung
beda sedikit pentung
lain dari yang lain pentung!
mlenceng sedikit pentung!
owalah...
jangan-jangan, nanti aku juga bakal kena pentung?!
ambyar!

aku tidak bisa seperti al-hallaj
yang sebelum dipancung berkata:
"Tuhan, mereka semua berkumpul untuk membunuhku dalam semangat membela agamaMu dan ingin mencapai ridhaMu, maka dari itu ampunilah mereka Tuhan, Kasihanilah mereka.."
aku tak bisa sepertimu wahai al-hallaj

seandainya saja aku memang bakal mati dipentung
aku akan berkata
"Tuhan, pie iki? wajahku iku mpun ambyar Gusti, kok malah digawe tambah ambyar...pie thoo?"
hahaha dan Tuhan hanya akan menjawab
"nananina" seperti yang dikatan seorang penyair gila yang berbicara tentang percakapan adam dan hawa, kala itu, dijogja.

hah..aku tak mampu berprosa tentang indonesia
karna akupun tak tahu apa yang harus aku katakan kepadamu
katna akupun tak yakin bahwa kamu masih percaya bahwa ada satu negara yang benar-benar bernegara, yang bernama indonesia

karna kekerasan tak akan puitis
dan kebingungan hanya akan
menghasilkan lagu-lagu sendu
tersudut dalam ruang galau tanpa makna

aku menyerah..
puisiku bukanlah sabda yang akan membuat anak muda
kembali menikmati lakon bharatayudha

orang-orang terlanjur sakit dan takut
PARANOID
terinfeksi imajinasi pemilik modal
karna apalagi yang lebih menakutkan selain pasar televisi?

budayapun bungkam
dan indonesia hingga kini tak menuturkan kepadaku
betapa hebatnya ia dahulu
betapa kisah heroik tak kembali terucap untuk sebuah optimisme kekal
siapa yang mengerti benar siapa ajisaka?
siapa yang mengerti benar tentang perjalanan amongraga?
siapa yang tahu nama kakak dari kartini?yang lebih sakti dari surat-surat adiknya...

budaya bungkam
dan aku terpaksa berhenti bicara\karna cerita sudah habis
dan legenda hanya mati sia-sia
terkubur dalam konspirasi mitos
dan membusuk dalam perangkap dongeng-dongeng yang buruk
ah..kau pasti terlanjur bosan!

-IA-
jogja,setelah harga arak lokal mencapai duabelas ribu rupiah