Simbah yang menjual jadah tempe di depan gapura itu
ternyata orang bali.
Kemarin ia memakai baju hitam, dan celana kain abu-abu.
Ia tampak masih sangat kuat. Tapi tatapan matanya gelap. Dan selalu menatap
tanah dengan penuh amarah.
Pagi ini aku membeli jadah tempe, aku tak suka. Tapi aku
rela bersepeda untuk menyapa matanya yang gelap. Sejak beberapa hari yang lalu
aku kesana. Pagi ini ia memakai baju hitam lagi. Seperti dua hari yang lalu,
seperti hari-hari yang lalu. Tapi celanya sudah tak sama.
Simbah itu seperti memiliki dua muka, atau lebih. Kadang
tampak sangat keras wajahnya. Matanya selalu menatap tanah. kadang ia lembut dan dingin bau sabun sehabis mandi. namun dalam keadaan lembut pun ia selalu menatap gelap pada tanah yang diam. Tapi ia selalu
tersenyum. Tahukah kau kawan, kadang
senyum digunakan untuk menyimpan kata-kata yang tak disetujui.
Aku selalu mencari cerita dari orang tua. Karna nyawa menyimpan cerita dalam berbagai
versinya, tahukah kau itu?
Tak beberapa lama ada seorang bapak paruh baya, ia
memegang seluler berwarna hitam, dan sungguh, aku tak sengaja mendengar
percakapanya. Mungkin simbah itu juga.
“hallo..iya, aku
kesana nanti siang. Kamu sudah siap? Iya..beneran? kamu ndak takut mati kan?
Apa? Hahahaha aku yo ora wedi mati. Yen wis siap tak lungo saiki, aku percoyo
karo koe..ra sah wedi..tak sebut jenenge mati ngko. Ra sah wedi!”
Aku hanya mendengar dialog itu, selepasnya otak ku
menjadi tak fokus lagi. Ia menutup telponya dan mendatangi kami. Membeli dari
simbah. Bayar dan pergi. Aku heran, rencana apa yang akan ia lakukan pagi ini?
“haha lucu yo mas
manusia saiki. Banyak yang aneh-aneh. seenaknya mau bunuh orang. koyo sing kuwoso. Ndak pernah beda sama wong mbiyen mas”
Ia menatapku. Ia sungguh menatapku dalam, ia seperti
sadar bahwa aku menanti sebuah cerita.
“aku ini lahir di
bali mas. Bukan asli jogja. Dulu orangtua terpaksa merantau kesini mas, tak
dengar jogja ini lebih aman dari bali”
Ia menatapku sejenak, kemudian kembali merapikan
daganganya yang sudah rapi. Dagangannya itu selalu rapi. Sendok,garpu,pisau tak
pernah berantakan. Tapi ketika ia mengobrol ia selalu menyentuhnya lagi. Untuk
dipindah kesisi lain, lalu ia angkat dan kembalikan lagi kesisi sebelumnya.
Selalu seperti itu saat ia mulai mengobrol.
“lho aman dari apa mbah?”
“simbah pindah
kesini waktu umur simbah 20 tahun le. Orang tua simbah itu dikejar polisi,
simbah denger mereka ini agak ke kiri-kirian. Simbah tak percaya apa yang simbah
dengar. Wong keluarga simbah ini petani hindu biasa yang taat”
Ia mengambil nafas dalam, menyiapkan sebuah cerita
panjang
“pernahkah kau
dengar cerita tentang tragedi 66 mas? Dulu simbah kejogja juga karna tragedi itu
mas. Banyak orang bali yang disembelih. Yang pakai seragam atau pakai busana
keagamaan sama saja mas. Keluarga simbah takut kalau-kalau jadi korban 66. Wong
katanya bapak simbah itu nggak tahu apa-apa. Kamu kira yang dibantai waktu 66
itu Cuma orang jawa? bali semakin mistis setalah tragedi 66, banyak mayat
dimana-mana. Teror untuk semua orang yang kekiri-kirian. Banyak temen simbah
yang hilang entah dikubur dimana. Untung bapak simbah ini terlalu sayang sama
nyawa, akhirnya ia merantau kejogja pake sarung-peci yang katanya nyolong di
masjid. Ia mengaku perantauan dari ntt, dan namanya diganti menjadi muhamad ali
. nguweeeeri pokoknya le. Untung kamu lahir sekarang mas( bagaimana jika aku ini
reinkarnasi dari salah satu korban 66 mbah)?
Ia pun tak melanjutkan ceritanya. Ia memotong ejakulasiku
ditengah-tengah cerita. Katanya ia mau pergi mau niliki banyu. Ia lupa mematikan air dirumahnya yang entah dimana.
Dan aku disini sendirian. Hanya berkawan jadah tempe yang hanya diam tak bicara
apa-apa. Tak berkomentar tentang cerita-cerita yang didengar dari simbah.
Apakah jadah tempe ini memiliki sangkut pautnya dengan kata jadah dalam kalimat “anak jadah” ? ahh untuk apa memikirkan kata-kata yang
seharusnya merdeka. Aku kembali pada benang kusut yang sekarang malah
basah. Membuat tokoh simbah semakin tak jelas historinya.
Apakah ini alasan mengapa matanya yang gelap selalu
menuju tanah. Apakah ini alasan mengapa ia selalu memakai baju hitam. Apakha ia
sedang melakukan laku berkabung abadi? Sedih sampai mati? Apakah simbah terlalu
tak percaya bahwa semua teman dan saudara-saudaranya hilang dimakan cerita? Aku
tak tahu itu. aku juga tak tahu apa-apa tentang 66. Generasi kita tak tahu
tragedi itu. mungkin ulah librisida.
Tak lama kemudian simbah datang. Dan entah mengapa kami
sama-sama tak mau kembali menyambung cerita yang ia ucapkan tadi.
Aku pun pulang dengan kebingungan.
Simbah, apakah simbah menyaksikan tragedi 66 didepan
mata? apakah simbah melihat orang-orang hindu yang menjadi vigilante
menyembelih komunis-komunis itu? apakah simbah tak menangis ketika kepala
terpisah dari leher, lalu menggelinding jatuh kesungai? Apakah saat itu
menyangka bahwa Tuhan kehilangan kemanusiaan untuk melindungi namaNya?
Sebentar..Tuhan tak memiliki kemanusian..yang Tuhan miliki itu Ketuhanan. Ahh
kenapa pikiranku jadi sangat ruwet dan berkabut. Aku butuh rokok saat ini.
...
Tragedi 66. Adalah pembantaian masal. Sebuah genosida
yang paling mengerikan,yang disembunyikan agar orangtua tidak harus malu karna
melakukanya. Dan akhirnya kita tak dapat berkaca dari cerita lama. Kita tak
dapat berkaca bahwa membunuh, demi alasan apapun itu sangat tak masuk akal.
Apalagi deengan alasan membela Tuhan. Tuhan itu sangat Mahasakti, untuk apa kalian bela Tuhan, yang
ada kalian ini malah menyempitkan nama Tuhan. Apa kalian anggap Tuhan tak mampu
membinasakan yang ingkar kepadaNya?jika ia mau ia bisa, kun fayakun! Tapi ia
memiliki rencana, ya paling tidak Ia mau kita berkaca. Ia memberikan kita
bandingan-bandingan.
Saya pernah mendengar pedagang roko yang marah dengan
salah satu ormas agama, ketika ia menghancurkan kedai miras di pinggir jalan
“koe iki sopo?
Putune Gusti Allah opo?!”
Kawan, tahukah kau
betapa sejarah kita ini tertutup dengan cat tebal. Sebuah sejarah di tutup
dengan cat biru, lalu ditumpuk kuning, merah, abu-abu, hingga biru lagi. Lalu
disemen hingga keras. Di plamir, dan dicat putih polos, lalu dicat biru lagi,
merah,kuning dan biru lagi.
Pengecat sejarah bisa saja meninggikan nilai estetika. Ia
anggap bahwa cat biru itu lebih nyeni daripada tembok yang Cuma warna semen
nglumut. Ia anggap bahwa asal-usul tembok kumuh itu tak harus diketahui anaknya
yang masih bayi. Ia tak mau anaknya galau karna mengetahui hal-hal aneh yang
terjadi pada temboknya. Galau lah anak itu sepanjang masa.
Kini aku tahu kenapa tak banyak orang cina yang hidup di
gunung, atau pesisir laut nusantara. Konon katanya waktu tragedi 66, semua
orang tionghoa diusir oleh orang-orang dayak.diusir orang-orang pribumi asli.
Diusir dari gunung, diusir dari pesisir. Tak jarang pembantaian besar-besaran terjadi
saat itu. korbanya adalah semua orang yang tak seseragam, tak sekeyakinan. Orang yang tak bertuhan dibunuh, dibantai,
dan dicincang oleh agama.
Tahukah kalian mengapa bengawan solo meluap pada saat
tragedi 66? Mayat-mayat korban 66 yang dipenggal, dicekik, dan ditembak itu di
buang di sungai besar itu. sehingga menyumbat pintu-pintu air. Aaah, betapa
ngerinya sungai waktu itu. barangkali yang belum mati ikut membusuk perlahan
ketika ia dibuang ke mulut begawan dalam keadaan sekarat. Ahh...gila.
Buku sekolah tak menceritakan kebengisan manusia
indonesia pada tahun 66. Mungkin bukan manusia, mereka ini hanya segumpal
amarah yang meluap-luap rakus. Pemerintah membakar setiap buku yang bercerita
tentang 66. Media dibredel jika menceritakan itu. dan kita buta, kita tuli
dengan cerita itu.
66. apakah 66 satu level dibawah angka sakral 666? Kemana
6 yang terakhir pada saat 66? Apakah mungkin suatu saat terjadi pembantai yang
lebih besar? 6 6 2016 atau 16 06 2016? Hingga lengkaplah trinitas 6. Dan iblis
melakukan syukuran masal pada hari yang dijanjikan itu?hahaha hayalan yang
aneh.
Aku tak mengira, bahwa orang tua saat itu begitu
bengisnya.
Dan kitapun lucu. Kita yang mengkutuk genosida nazi,
mengkutuk terorisme, mengkutuk yahudi di palestina ternyata berakar dari
generasi yang memiliki cerita pembantaian kental. Generasi dari genosida tak
bercerita. Yang muncul hanya film tentang pki yang menculik para jendral. Mana
film yang mengangkat epic 66? Bioskop mana yang menayangkan film itu? dulu
anak-anak sd menyaksikan film tentang pki yang bengis hingga tak tahu sama
sekali apa yang dilakukan orang non-pki pada angka 66. Tak hanya yang
berseragam. Semua orang menjadi vigilante. Semua orang bebas memilih mau jadi
batmen, superman, atau spidermen yang bisa mengalahkan musuh dengan cara sesuka
hati. Dan sampai saat ini kita tak tahu.
Ahh..kenapa aku meluap-luap? Aku tak lahir pada kala itu.
aku bukan berasal dari jaman itu, aku tak tahu yang sebenarnya. Aku tak tahu
siapa yang yang salah dan siapa yang benar, lalu kenapa aku meledak-ledak?
Kenapa aku begitu peduli? Ahh, biarlah..semoga kelak kalian mau menceritakan
dongeng tragedi ini pada anak cucu kalian. Untuk apa? Kalian akan bertanya
untuk apa menceritakan cerita lama ini,untuk apa mengunkit luka lama ini? Akupun
tak tahu alasan mengapa aku meledak-ledak setelah mendengar tentang tragedi 66
dari simbah, dari teman, dari buku dan berbagai media jaringan maya, lalu
jangan kau tanyakan alasan untuk apa mengungkit cerita ini. Akupun tak tahu
kenapa menulis ini kawan. Aku tak tahu alasan emngapa simbah bercerita. Aku tak
tahu kenapa seorang teman, jamaah sunrise, yang mengaku bernama Matahari itu
begitu keras menentang semua lembaga-lembaga yang menutupi cerita 66. Tapi aku
ingat kata Matahari
“tidakah hati
nurani merasa ditipu oleh keadaan. Tidahkah hati nuranimu selalu berguncang
saat kemanusiaan di singkirkan dan genosida di adakan demi kepentingan
lembaga-lembaga?”
Wahai matahari,
temanku yang selalu tak mau aku kunjungi rumahnya, teman yang pergi sendiri,
aku tersentuh, aku marah karna merasa ditipu. Tapi apa yang bisa lakukan
sekarang wahai temanku matahari yang tak mau aku kunjungi rumahnya? Apa yang
bisa aku lakukan agar mata simbah kembali bercahaya dan mampu menatap awan
barang lima menit saja? Aku ini anak peradaban pincang kawan, mataku baru
dibuka. Aku tak tahu kemana harus melangkah. Aku tak tahu. Aku tak seperti bayi
kura-kura yang mengerti arah pantai meskipun berbulan-bulan dipendam dibawah
pasir dan cangkakng. Harus kemana aku?
“kau hanya perlu
peduli dan tak mengulangi hal-hal seperti itu lagi. Kau hanya perlu menebar
kasih sayang kawan” matahari memberiku saran saat di kaki merbabu dulu.
Kalian ingat dengan sosok yang aku janjikan identitasnya
nanti? Belum, aku tak akan memberitahu siapa dia sekarang kawan. Sosok itu akan kau ketahui nanti. Suatu
hari aku bertanya, kenapa ia selalu memakai topi saat aku bertemu dia.
“topi ini untuk
melindungi kepala ngger. Manusia ini lucu, kadang kemana-mana selalu memakai
sepatu untuk melindungi kaki. Memakai dasi untuk melindungi wibawanya. Tapi
mereka lupa melindungi kepala yang menggerakan kaki dan membangun wibawa.
Jangan kamu terima mentah-mentah ngger. Maksudku iku, kenapa manusia tak
menjaga pikiranya? Ia selalu menjaga langkahnya. Ia selalu mepertimbangkan
langkahnya. Apakah jalan itu becek atau mulus. Tapi ia lupa untuk melindungi
pikiranya dari hujan batu. ia tak tahu bahwa kepalanya sudah bocor kena hujan
batu saat melangkah dijalan aspal yang mulus. Karna ia tak peduli dengan yang
tak terlihat. Ia tak peduli dengan otak dan hati yang didalam. Ia lebih peduli
pada kaki yang tampak. Contohe ngger, seperti tragedi 66, manusia yang
melindungi agamanya rela sembelih sana sini, agar langkah sucinya tak
terganggu. Mereka lupa bahwa saat itu otaknya sudah hancur lebur diremuk cerita
seram komunisme. Mereka lupa menyambungkan otak dan hatinya. Mereka lupa
menghidupkan lampu kemanusiaan. Apa kalo tetangganya itu komunis sembahyangnya
jadi ndak khusyuk? Mereka terlalu menghargai apa yang tampak, tanpa mencoba memakai
apa yang disediakan otak dan hati. Jadi topi ku ini simbol, agar orang yang
lupa bisa ingat bahwa mereka perlu melindungi otaknya dari hujan cerita konyol.
Dan melindungi hati le. Kalau solar plexus kita bisa ditopine le yo tak topini
cah bagus. Tapi kan lucu kalo kita make topi di dada? Opo ra dikiro wong
gendeng?”
Aku baru tahu arti solar plexus dari serial supernova
karya dee, konon disanalah “hati” kita bersemayam. Itu kata ilmuwan, benar
tidaknya akupun tak tahu. Dan ajaibnya sosok itu mengerti solar plexus yang
seharusnya di pakaikan topi, tapi sebaiknya jangan, kalian akan dikira gila
jika memakai topi didada.
Hari ini, aku tahu bahwa pernah ada jutaan manusia
dibunuh dibumi indonesia dalam tahun-tahun gelap. Dengan alasan dendam karna
peristiwa madiun, ataupun alasan lainnya. Hari ini aku tahu bahwa untuk
melindungi segala hal, manusia rela menghilangkan banyak hal. hari ini aku tahu
bahwa pemerintah siap menumpas jutaan nyawa manusia demi melindungi pancasila.
Aku tahu bahwa pada suatu masa,yang berwenang bisa sewenang-wenang.
Tapi aku masih belum tahu, apakah sekarang semua hal itu
sudah benar-benar berhenti? Masihkah ada yang memenggal manusia demi
menyelamatkan sesuatu. Masihkah orang rela mandi darah demi hal yang tak tentu
arah? Sudahkah genosida manusia di nusantara benar-benar berhenti?
Ah aku tak tahu apa-apa. tapi hari ini aku mulai tahu apa
fungsi hukum yang sewenang-wenang. Hukum
itu, hukum yang sewenang-wenang, membiarkan manusia menjatuhkan sanksi sesuka
hati. Membuat manusia menjadi tenang-tenang saja walau ia sudah menghunuskan
pisau di dada tetangganya yang baru saja menempelkan poster palu arit. Hukum
yang mengesahkan pembunuhan hal-hal yang tak sesuai dengan perspektifnya
membuat manusia tenag-tenang saja setelah ia memukul tetangganya yang
ahmadiyah. Hukum yang sewenang-wenang membuat manusia tenang-tenang saja
setelah membakar maling motor didekat pasar baru. Membuat manusia tenang-tenang
saja setelah merajam lonte yang membunuh pelangganya karna payudaranya disulut
dengan rokok. Membuat manusia tenang-tenang saja setelah menyembelih maling
sapi di ponorogo. Ia kira semua itu benar. Karna hukum menguatkan amarah
mereka, sehingga ia mampu menyembelih dan tersenyum seraya berkata “semoga
engkau jera!”. Jika semua orang meyakini hukum-hukum seperti ini , maka nurani
manusia selamanya akan terkunci di salah satu sudut hati yang paling dalam. Dan
entah dengan kunci apa manusia mau membukanya lagi. semoga besok, masa depan,
kita tak membiarkan otak dan hati kita diserang cerita konyol, sehingga lupa
menggunakan fungsinya. Semoga kita bisa melawan tanpa harus mengangkat senjata
dan marah. Semoga kita bisa melawan semua hal yang tak pantas dengan kasih
sayang.
Tapi apakah kita
bisa melawan musuh kita hanya dengan cinta dan kasih sayang?
Entahlah. Akupun
tak tahu.
-IA-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar